Artikel Terbaru

Thursday, November 12, 2020

SISTEM OLAHRAGA JERMAN TERHADAP PERKEMBANGAN OLAHRAGA DI INDONESIA

Perkembangan olahraga secara formal pada masa penjajahan diawali ketika pada permulaan abad ke-19, masuk dan berkembang olahraga sistem Jerman yang diciptakan oleh Johan Friedrich Guts Muhts (1759-1835) di negeri Belanda, dan dalam perkembangan berikutnya masuk pula olahraga sistem Jerman yang berkembang oleh Jahn, Spiess dan Maul ke negeri Belanda.


Sebagai peletak dasar sistem Jerman, Guts Mutsh membagi latihan-latihan olahraga secara general. Menururtnya ada tiga kaidah penting yang harus diperharatikan, yaitu: (a) senem harus menyempurnakan peredaran darah dan memperkuat otot-otot dan syaraf-syaraf, (b) senam harus mempunyai faktor atau elemen kesukaran, (c) senam harus menambah keberanian dan ketangkasan batin. 

Oleh karena itu, latihan-latihan olahraga harus juga lebih menantang dan mengandung bahaya. Sedangkan bentuk-bentuk latihan gerak dasar menurut Guts Muth terdiri atas melompat, berlari, melempar, gulat, memanjat, keseimbangan, bermain tali, berenang, dan latihan panca indra.

Salah satu karya Guts Mustsh yang terkenal adalah sebuah buku yang berjudul Gymnastic Fur die Jugend. Buku ini secara rinci mengkaji tentang permainan. Menururtnya, secara garis besar permainan mempunyai tiga fungsi utama yaitu: (a) fungsi rekreasi karena habis berlatih, (b) menambah kegembiraan, kesehatan dan memperkembangkan sifat-sifat sosial, (c) memberi kesempatan bagi guru untuk mengenal murid-muridnya secara lebih dekat untuk menciptakan suasana persaudaraan antara guru dan murid.

Ketika sistem Jerman ini masuk ke Belanda, dan Belanda saat itu sedang berkuasa di Indonesia, maka berbagai pengaruh ini mula-mula digunakan oleh Belanda hanya di kalangan militer, namun pada gilirannya masuk pula di sekolah-sekolah dan masyarakat Indoensia. Beberapa pokok penting olahraga sistem Jerman ini antara lain adalah:

1. Olahraga sistem Jerman adalah sistem olahraga yang dikembangkan oleh jahn, Spiess dan Maul yang ide dasarnya merujuk pada sistem yang dikembangkan oleh guts Muths.

2. Titik tolak kerja sistem Jerman adalah kemungkinan bergerak. Latihan-latihan olahraga yang diberikan kepada anak-anak kurang mengindahkan manfaat gerakan itu terhadap pelakunya. Karena itu, faktor-faktor paedagogid dan psikologis tidak diperhatikan sama sekali. hal ini disebabkan latihan-latihan olahraga menurut sistem ini diciptakan untuk kalangan militer, tidak untuk anak-anak sekolah.

3. Beberapa sifat gerakan pokok yang dapat ilihat pada sistem Jerman ini adalah:

  • Latihan-latihan serta aba-abanya bersifat militer.
  • Pelaksanaannya menghendaki keseragaman dan persamaan waktu.
  • Latihan-latihan ditunjukan kepada memperkuat otot-otot.
  • Kebanyakan terdiri dari latihan-latihan statis.
  • Dalam pelaksanaan latihannya diperlukan alat-alat khusus atau spesifik seperti: still ring, paralel bars, rechstok atau gantungan dan sebagainya.

4. Tanda-tanda penting dalam sistem Jerman meliputi:

  • Titik pangkalnya adalah latihan itu sendiri yang ditunjukan kepada mempelajari gerak-gerak yang disebut latihan itu.
  •  Kepada yang akan melakukan latihan-latihan, diberikan gambaran dan penjelasan sehingga memudahkan dalam melakukannya.
  • Dalam memberikan latihan-latihan, sudah ada aba-aba pemberitahuan dan aba-aba pelaksanaannya.
  • Semua gerakan harus memnuhi syarat-syarat bentuk, arah dan aturan yang tertentu.
  • Sikap anggota badan selalu lurus dan arah antara kedua anggota badan selalu harus berjarak 45 derajat atau kelipatannya.

5. Susunan pelajaran sistem Jerman terdiri atas:

  • Latihan di tempat
  • Latihan bergerak maju.
  • Latihan dengan perkakas ditambah dengan latihan lompat dan permainan.

Demikianlah pokok-pokok pikiran olahraga sistem Jerman yang berkembang di Indoensia. Jika dicermati, karena sistem ini untuk pertama kalinya dikhususkan untuk kalangan militer, maka dilihat dari sudut pandang pendidikan dan ilmu kejiawaan sistem ini kurang dapat dipertenggung jawabkan. Oleh karena itu, dalam perkembangannya sistem ini terdesak oleh sistem baru yang berkembang di Swedia dan kemudian disebut sistem Swedia.



H.J.S Husdarta, 2010, Sejarah dan Filsafat Olahraga, Alfabeta, Bandung 

No comments:

Post a Comment