Artikel Terbaru

Thursday, November 19, 2020

URGENSI PENJASKES PADA PERKEMBANGAN OLAHRAGA DI SEKOLAH

Pendidikan jasmani dan kesehatan yang diberikan di sekolah memiliki peran yang sangat sentral dalam membentuk manusia seutuhnya. Pendidikan jasmani tidak hanya berdampak positif pada pertumbuhan fisik anak, melainkan juga perkembangan mental, intelektual, emosional, dan sosial.

Diberikannya penjaskes sebagai rangkaian isi kurikulum sekolah bukanlah tanpa alasan, karena kurikulum yang merupakan seperangkat pengetahuan dan keterampilan merupakan upaya sistematis untuk membekali siswa/peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini adalah menjadi manusia yang lengkap dan utuh, ada pendidikan yang lengkap tanpa pendidikan jasmani, dan tidak ada pendidikan jasmani tanpa media gerak. Karena gerak sebagai aktivitas jasmani merupakan dasar alami bagi manusia untuk belajar mengenal dunia dan dirinya sendiri.

Sayangnya, peran sentral dan makna penting pendidikan jasmani masih berkutat pada tataran dan retorika, belum diimbangi dengan kenyataan praktis di lapangan. Banyak faktor pendidikan menyatakan bahwa pendidikan jasmani penting diberikan kepada anak, tetapi dalam kenyataannya jam pelajarannya terus dipinggirkan. Misi pokok pendidikan jasmani sering kali belum dapat dipahami oleh banyak orang. Sekalipun itu pendidik, salah satu faktor yang tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan jasmani sering dianggap bidang studi pelengkap dan dalam posisi yang kurang menguntungkan.

Kondisi ini diperparah lagi dengan atmosfir pemikiran sejak tahun 90-an yang mewarnai arah pendidikan di Indonesia dengan menitik beratkan pada kemampuan intelektual, dan kurang memperhatikan aspek-aspek lain dari anak secara utuh. 
Intelegensi hanya dipahami sebagai kemampuan untuk menjawab soal-soal pada tes intelegensi yang notabene bercirikan logical-methema-tical intelligence. Implikasinya, bidang studi yang dianggap tidak mendukung misi tersebut, jam pelajarannya dikurangi dan bahkan dihilangkan dari struktur kurikulum. Kondisi ini yang di alami bidang studi pendidikan jasamani dan olahraga di sekolah selama satu dasawarsa lebih.

Lebih merisaukan lagi bagi yang mempunyai latar belajang kesehatan ialah bahwa pendidikan kesehatan seolah hanya ditempelkan saja pada pendidikan jasmani. Memang pendidikan kesehatan sangat tepat bila disertakan pada pelaksanaan pendidikan jasmani akan tetapi masih diperlukan pertemuan khusus untuk dapat menyajikan pelajaran teori kesehatan khususnya yang berhubungan dengan masalah-masalah kesehatan masyarakat. 

Kesehatan merupakan dasar bagi segala nikmat dan kemampuan, artinya diperlukan pemahaman yang baik terhadap permasalahan kesehatan agar siswa dapat mengembangkan derajat kesehatan diri dan lingkungan dengan sebaik-baiknya untuk dapat menjadi dasar bagi pengembangan kemampuan-kemampuan lainnya lebih lanjut. Alokasi waktu yang hanya duia jam pertemuan/minggu untuk pendidikan jasmani dan kesehatan sangat merisaukan khsusunya bagi keberhasilan pendidikan dan pemahaman kesehatan.

Dalam keadaannya sekarang, terlepas dari tekanan yang tetap diberikan kepada aspek pendidikan, bentuk kegiatan jasmani olahraga kesehatan di sekolah masih kurang mendapatkan porsinya. Hal ini disebabkan oleh guru-guru olahraga di sekolah masih lebih mengacu kepada bentuk-bentuk olahraga sebagaimana tercantum dalam GBPP. 

Selain itu agaknya konsep olahraga kesehatan juga masih belum dipahami secara tepat. Padahal ditinjau dari sudut konsep dan kelayakannya, adalah lebih tepat bila pendidikan jasmani dan kesehatan sekolah, dilandasi dengan olahraga kesehatan, karena kesehatanlah yang pertama-tama harus menjadi perhatian agar dapat memberikan kemudahan bagi seluruh siswa dalam proses belajar mengajar.

Tidak ada olahraga yang memiliki efisiensi setinggi olahraga kesehatan dalam hal peralatan, waktu maupun pemakaian lahan. Bila konsep olahraga kesehatan dipahami secara tepat, maka sasaran pendidikan jasmani dan kesehatan disekolah akan dapat dicapai dengan baik dan derajat kebugaran jasmani siswa akan dapat ditingkatkan. 

Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa SPI seri D yang dilakukan 6 x berturut-turut tanpa henti hanya memerlukan waktu 10,5 menit dan ini sudah sangat mencakupi untuk dapat meningkatkan kebugaran jasmani para pelakunya apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh dan dapat dilakukan 3 x dalam seminggu namun sangat disayangkan, baik dalam kurikulum dasar 1993, olahraga kesehatan tidak tercantum dalam GBPPnya, padahal pemerintah telah menyusun sedemikian banyaknya bentuk olahraga kesehatan dari mulai SPI seri A,B,C, dan D sampai SKJ 1984, 1986, 1992, dan 1996. Kenyataanya ini menunjukan pula kurang sinkronnya tata laksana kerja antara lembaga-lembaga yang terkait.


H.J.S Husdarta, 2010, Sejarah dan Filsafat Olahraga, Alfabeta, Bandung

No comments:

Post a Comment